“Aku bahkan tidak benar-benar, atau
benar-benar tidak mencintainya saat
menikah dengannya”
“Pada
kenyataannya kita emang ga bisa sama-sama. Aku maunya gini, kamu maunya gitu. Aku
udah ga tahan ngadepin sikap kamu yang cuek. Percuma kalau udah ga ada
perhatian dalam suatu hubungan. Aku udah capek sama kamu ,Ya !”
“Yaudah
kita putus aja. Maaf aku lagi banyak kerjaan. Nanti aku hubungi lagi”
Putus.
Nina hanya bisa menahan nafas
saat seseorang di seberang sana mengucap satu kata yang benar-benar tidak ingin
ia dengar. Apa itu ? hampir 3 setengah tahun menjalin cinta ia sama sekali tak
mengenal satu kata itu. Terdengar sangat asing di telinganya. Bahkan ia harus
menerka lebih jauh apa makna dari satu kata itu. Ya, ini berarti, semua yang
telah ia lewati bersama Arya harus segera ia lupakan, ia buang jauh-jauh. Nina tidak
bisa berkata banyak, tenggorokannya terlalu sakit karena menahan tangis. Ia hanya
bisa mengambil selembar kertas bekas yang sejak tadi ada di meja kerjanya.
Tuhan…aku mencintainya.
Album foto berwarna pink itu
sudah mulai tertutupi oleh debu. Sudah sekitar satu tahun Nina tidak berani
bahkan tidak ingin membukanya. Ia sama sekali tak ingin membuka kenangan lama
yang semakin melukai hatinya. Album foto berwarna pink itu ia dapatkan dari
Arya saat hubungan mereka telah berusia 3 tahun. Tepat empat bulan sebelum
kisah cinta mereka berakhir.
Halaman pertama
Di dalam foto itu nampak Nina dan
Arya yang mengenakan kaos kembar dan saling bertatapan. Nina memanyunkan
bibirnya yang tipis sambil mengambil gambar sementara Arya mencubit kedua pipi
Nina sambil tersenyum. Nina ingat saat itu ia dan Arya sedang pergi ke salah satu
taman hiburan di Jakarta. Di bawah foto itu terdapat tulisan “You’re so beautiful”. Nina tersenyum
geli membaca tulisan itu, ia tahu bahwa Arya berbohong karena dalam foto itu
Nina merasa tidak dalam keadaan cantik.
Halaman kedua
Foto saat Nina dan Arya berlibur
ke Lombok bersama teman-teman mereka. Foto candid
yang diambil oleh salah satu teman mereka terlihat sangat natural. Nina dan
Arya terlihat sedang berlari karena menjauhi ombak yang datang. Tangan Arya
merangkul pundak Nina sementara Nina terlihat mendekatkan kepalanya ke dada
Arya. Dan lagi, Arya menulis sesuatu “I
will protect you in the rest of my life”
Nina masih tersenyum.
Halaman ketiga
Di dalam foto itu Arya terlihat
sangat tampan. Hanya mengenakan kaos cokelat panjang dan celana pendek. Nina sangat
menyukai gaya berbusana Arya yang simple.
Ia teringat satu hal. Saat itu, Arya sedang berkunjung ke rumah Nina. Pertama kalinya
Arya berkunjung ke rumah Nina dan Arya terlihat sangat gugup.
“Nin, aku
kelihatan ga sopan ga sih pake baju gini? Tadi aku iseng ke sini pengen tau
rumah kamu”
Nina tersenyum
kecil. “Santai aja, paling kamu diusir sama Bunda”.
“Hah ? aku
pulang aja deh ya” katanya panik sambil beranjak dari tempat duduk.
“Eh eh !” Nina
menarik tangan Arya. “Ngga..tenang aja, Bunda sama Ayah lagi ke Bali kok. Dirumah
cuma ada Kak Rio, dia juga udah tidur tuh di kamar”.
“fiuhhh…syukur
deh hehe” kata Arya girang. “Foto yuk Nin, dokumentasi…pertama kali aku
ngapelin cewe hehe” pintanya dengan tak berhenti senyum menggelikan. Nina
menurut. Mereka berdua ternyata memiliki hobi yang sama. Memotret dan dipotret.
“Deketan kenapa
Nin kaya orang musuhan” kata Arya sambil menarik tangan Nina agar ia duduk
lebih dekat dengannya. Mereka berdua tersenyum, kepala mereka berjarak begitu
dekat. Jantung Nina berdebar begitu kencang dan menjadi lebih parah saat ada
sesuatu yang menyentuh dagunya dengan lembut. Nina tak bisa berkutik. Ia hanya
bisa menatap mata seseorang yang sekarang ada di depan wajahnya. Entah mengapa,
Nina ingin memejamkan mata. Sampai sesuatu menyentuh bibirnya. Lembut. Ada perasaan
aneh yang entah, sulit untuk diungkapkan.
Matanya mulai berlinang. Tak bisa.
Ia menutup
album itu. Nina ingin membuangnya. Membuang semua kenangan manis itu.
Nina masih duduk sendirian di warung tenda tempat ia biasa menghabiskan waktu sepulang kerja bersama Arya. Hanya ada segelas jus alpukat dan selembar kertas menu di depannya. Suasana warung tenda tersebut cukup ramai karena sedang jam makan malam. Namun bagi Nina, semuanya kosong. Ia tak bisa melihat apapun. Gelap.
to be continued...
Nina masih duduk sendirian di warung tenda tempat ia biasa menghabiskan waktu sepulang kerja bersama Arya. Hanya ada segelas jus alpukat dan selembar kertas menu di depannya. Suasana warung tenda tersebut cukup ramai karena sedang jam makan malam. Namun bagi Nina, semuanya kosong. Ia tak bisa melihat apapun. Gelap.
“Permisi
mba..” suara pengamen itu membuyarkan lamunan Nina. Namun Nina tak menggubris. Ia
melanjutkan lamunannya sambil terus mengaduk jus alpukat yang sejak tadi sama
sekali belum ia minum.
Aku
hanya bisa terdiam melihat kau pergi dari sisiku.. dari sampingku
Tinggalkan aku seakan semuanya yang pernah terjadi tak lagi kau rasa
Masih adakah tentang aku di hatimu, yang kau rasakan?
Coba kau rasakan..
Mudahkah bagimu untuk hapuskan semua kenangan bersama dengan ku
Tak pernah sedikit pun aku bayangkan, betapa hebatnya cinta yang kau tanamkan..
hingga waktu beranjak pergi, kau mampu hancurkan hatiku..
Ada yang hilang dari perasaanku
Yang terlanjur sudah ku berikan padamu
Ternyata aku tak berarti tanpamu
Berharap kau tetap disini
Berharap dan berharap lagi...
Tinggalkan aku seakan semuanya yang pernah terjadi tak lagi kau rasa
Masih adakah tentang aku di hatimu, yang kau rasakan?
Coba kau rasakan..
Mudahkah bagimu untuk hapuskan semua kenangan bersama dengan ku
Tak pernah sedikit pun aku bayangkan, betapa hebatnya cinta yang kau tanamkan..
hingga waktu beranjak pergi, kau mampu hancurkan hatiku..
Ada yang hilang dari perasaanku
Yang terlanjur sudah ku berikan padamu
Ternyata aku tak berarti tanpamu
Berharap kau tetap disini
Berharap dan berharap lagi...
“Heh
!!!” bentak Nina sambil membanting gelas jus alpukatnya dan membuat jusnya
tumpah ke meja. Sontak pengamen itu menghentikan nyanyiannya karena kaget
mendengar bentakan Nina. “Bisa diem ga ?! berisik tau ?!”.
Orang-orang mulai memperhatikan
Nina. Pengamen itu masih menatap Nina sinis.
“Kalo mau ngamen ga usah disini, ngeganggu !” kata Nina sambil beranjak meninggalkan mejanya.
“Kalo mau ngamen ga usah disini, ngeganggu !” kata Nina sambil beranjak meninggalkan mejanya.
Kamar Nina tak karuan. Barang-barang
melayang dan terdampar di tempat yang salah. Nina kelimpungan. Ia panik mencari
sapu tangan pink kesayangannya yang hilang. Ia sudah mengeluarkan semua isi
tasnya yang sudah cukup berantakan ke atas kasur. Ia mengamati satu-satu dari
barangnya. Nihil. Hanya ada kotak make-up,
payung, tissue yang sudah keluar dari
plastiknya, satu bungkus pembalut, dompet yang sudah berubah warnanya dari pink
muda menjadi hampir cokelat, dan tumpukan bill
restoran.
“Please please ga harus ilang juga kan
yang itu. Cuma tinggal itu doing nih” gerutunya pada diri sendiri.
Sapu tangan pink itu, adalah barang
terakhir dari Arya yang masih Nina simpan. Semuanya telah menjadi abu kecuali
sapu tangan pink itu. Hampir dua jam Nina berusaha menemukannya tapi tak juga
ditemukan. Nina juga mencari ke mesin cuci padahal Nina sangat ingat bahwa sapu
tangan itu tak pernah Nina gunakan. Sapu tangan itu biasanya duduk manis di tas
Nina. Bebas dari tumpukan sampah lainnya. Tapi sekarang, hilang. Nina pasrah. Nina
membatin dalam hati,
Mungkin Tuhan pengen gw bener-bener ngelupain Arya.
Nina
menghela nafas.
Sudah 1 tahun 2 bulan sejak
hubungan Nina dan Arya berakhir, mereka sama sekali belum menghubungi satu sama
lain. Entah ada apa dengan Arya. Arya tak seperti yang Nina kenal.
Aku tau kamu ga sejahat ini…
“Selamat
malam semuanya. Malam ini, gw bakal bawain lagu yang mungkin udah ga asing lagi
di kuping lu semua. Adele, someone like
you, enjoy !”.
Semua pengunjung café itu bertepuk tangan saat petikan
nada dari gitar penyanyi café itu
mulai terdengar. Terlebih saat ia mulai bernyanyi. Suaranya mampu membuat Nina
mengalihkan perhatiannya ke atas panggung. Nina tersenyum. Ia suka dengan suara
penyanyi itu. Juga fisiknya, ia terlihat tidak seperti orang Indonesia.
Tubuhnya tinggi dan tidak kurus, otot tangan yang tidak terlalu besar, dada
bidang, kulitnya putih, rambut hitam dan sedikit gondrong, alisnya tebal,
hidungnya mancung, senyumnya…membuat Nina menahan nafas sejenak.
Nina semakin terdiam saat ia
menyadari sesuatu.
Orang itu…itu kan…pengamen…warung tenda ! Ya
Tuhan !