23 yo | sensitive | cheerful | independent |

Saturday, December 31, 2011

hasn't been titled


“Aku bahkan tidak benar-benar, atau benar-benar tidak mencintainya  saat menikah dengannya”      

                “Pada kenyataannya kita emang ga bisa sama-sama. Aku maunya gini, kamu maunya gitu. Aku udah ga tahan ngadepin sikap kamu yang cuek. Percuma kalau udah ga ada perhatian dalam suatu hubungan. Aku udah capek sama kamu ,Ya !”
                “Yaudah kita putus aja. Maaf aku lagi banyak kerjaan. Nanti aku hubungi lagi”
Putus.
Nina hanya bisa menahan nafas saat seseorang di seberang sana mengucap satu kata yang benar-benar tidak ingin ia dengar. Apa itu ? hampir 3 setengah tahun menjalin cinta ia sama sekali tak mengenal satu kata itu. Terdengar sangat asing di telinganya. Bahkan ia harus menerka lebih jauh apa makna dari satu kata itu. Ya, ini berarti, semua yang telah ia lewati bersama Arya harus segera ia lupakan, ia buang jauh-jauh. Nina tidak bisa berkata banyak, tenggorokannya terlalu sakit karena menahan tangis. Ia hanya bisa mengambil selembar kertas bekas yang sejak tadi ada di meja kerjanya.
Tuhan…aku mencintainya.                                                                                                                       

Album foto berwarna pink itu sudah mulai tertutupi oleh debu. Sudah sekitar satu tahun Nina tidak berani bahkan tidak ingin membukanya. Ia sama sekali tak ingin membuka kenangan lama yang semakin melukai hatinya. Album foto berwarna pink itu ia dapatkan dari Arya saat hubungan mereka telah berusia 3 tahun. Tepat empat bulan sebelum kisah cinta mereka berakhir.

Halaman pertama
Di dalam foto itu nampak Nina dan Arya yang mengenakan kaos kembar dan saling bertatapan. Nina memanyunkan bibirnya yang tipis sambil mengambil gambar sementara Arya mencubit kedua pipi Nina sambil tersenyum. Nina ingat saat itu ia dan Arya sedang pergi ke salah satu taman hiburan di Jakarta. Di bawah foto itu terdapat tulisan “You’re so beautiful”. Nina tersenyum geli membaca tulisan itu, ia tahu bahwa Arya berbohong karena dalam foto itu Nina merasa tidak dalam keadaan cantik.

Halaman kedua
Foto saat Nina dan Arya berlibur ke Lombok bersama teman-teman mereka. Foto candid yang diambil oleh salah satu teman mereka terlihat sangat natural. Nina dan Arya terlihat sedang berlari karena menjauhi ombak yang datang. Tangan Arya merangkul pundak Nina sementara Nina terlihat mendekatkan kepalanya ke dada Arya. Dan lagi, Arya menulis sesuatu “I will protect you in the rest of my life”

Nina masih tersenyum.

Halaman ketiga
Di dalam foto itu Arya terlihat sangat tampan. Hanya mengenakan kaos cokelat panjang dan celana pendek. Nina sangat menyukai gaya berbusana Arya yang simple. Ia teringat satu hal. Saat itu, Arya sedang berkunjung ke rumah Nina. Pertama kalinya Arya berkunjung ke rumah Nina dan Arya terlihat sangat gugup.
“Nin, aku kelihatan ga sopan ga sih pake baju gini? Tadi aku iseng ke sini pengen tau rumah kamu”
Nina tersenyum kecil. “Santai aja, paling kamu diusir sama Bunda”.
“Hah ? aku pulang aja deh ya” katanya panik sambil beranjak dari tempat duduk.
“Eh eh !” Nina menarik tangan Arya. “Ngga..tenang aja, Bunda sama Ayah lagi ke Bali kok. Dirumah cuma ada Kak Rio, dia juga udah tidur tuh di kamar”.
“fiuhhh…syukur deh hehe” kata Arya girang. “Foto yuk Nin, dokumentasi…pertama kali aku ngapelin cewe hehe” pintanya dengan tak berhenti senyum menggelikan. Nina menurut. Mereka berdua ternyata memiliki hobi yang sama. Memotret dan dipotret.
“Deketan kenapa Nin kaya orang musuhan” kata Arya sambil menarik tangan Nina agar ia duduk lebih dekat dengannya. Mereka berdua tersenyum, kepala mereka berjarak begitu dekat. Jantung Nina berdebar begitu kencang dan menjadi lebih parah saat ada sesuatu yang menyentuh dagunya dengan lembut. Nina tak bisa berkutik. Ia hanya bisa menatap mata seseorang yang sekarang ada di depan wajahnya. Entah mengapa, Nina ingin memejamkan mata. Sampai sesuatu menyentuh bibirnya. Lembut. Ada perasaan aneh yang entah, sulit untuk diungkapkan.

Matanya mulai berlinang. Tak bisa.
Ia menutup album itu. Nina ingin membuangnya. Membuang semua kenangan manis itu.                                


Nina masih duduk sendirian di warung tenda tempat ia biasa menghabiskan waktu sepulang kerja bersama Arya. Hanya ada segelas jus alpukat dan selembar kertas menu di depannya. Suasana warung tenda tersebut cukup ramai karena sedang jam makan malam. Namun bagi Nina, semuanya kosong. Ia tak bisa melihat apapun. Gelap.

            “Permisi mba..” suara pengamen itu membuyarkan lamunan Nina. Namun Nina tak menggubris. Ia melanjutkan lamunannya sambil terus mengaduk jus alpukat yang sejak tadi sama sekali belum ia minum.

Aku hanya bisa terdiam melihat kau pergi dari sisiku.. dari sampingku
Tinggalkan aku seakan semuanya yang pernah terjadi tak lagi kau rasa
Masih adakah tentang aku di hatimu, yang kau rasakan?
Coba kau rasakan..
Mudahkah bagimu untuk hapuskan semua kenangan bersama dengan ku
Tak pernah sedikit pun aku bayangkan, betapa hebatnya cinta yang kau tanamkan..

hingga waktu beranjak pergi, kau mampu hancurkan hatiku..
Ada yang hilang dari perasaanku
Yang terlanjur sudah ku berikan padamu
Ternyata aku tak berarti tanpamu
Berharap kau tetap disini
Berharap dan berharap lagi...

            “Heh !!!” bentak Nina sambil membanting gelas jus alpukatnya dan membuat jusnya tumpah ke meja. Sontak pengamen itu menghentikan nyanyiannya karena kaget mendengar bentakan Nina. “Bisa diem ga ?! berisik tau ?!”.

Orang-orang mulai memperhatikan Nina. Pengamen itu masih menatap Nina sinis.


           “Kalo mau ngamen ga usah disini, ngeganggu !” kata Nina sambil beranjak meninggalkan mejanya.       

Kamar Nina tak karuan. Barang-barang melayang dan terdampar di tempat yang salah. Nina kelimpungan. Ia panik mencari sapu tangan pink kesayangannya yang hilang. Ia sudah mengeluarkan semua isi tasnya yang sudah cukup berantakan ke atas kasur. Ia mengamati satu-satu dari barangnya. Nihil. Hanya ada kotak make-up, payung, tissue yang sudah keluar dari plastiknya, satu bungkus pembalut, dompet yang sudah berubah warnanya dari pink muda menjadi hampir cokelat, dan tumpukan bill restoran.

            “Please please ga harus ilang juga kan yang itu. Cuma tinggal itu doing nih” gerutunya pada diri sendiri.

Sapu tangan pink itu, adalah barang terakhir dari Arya yang masih Nina simpan. Semuanya telah menjadi abu kecuali sapu tangan pink itu. Hampir dua jam Nina berusaha menemukannya tapi tak juga ditemukan. Nina juga mencari ke mesin cuci padahal Nina sangat ingat bahwa sapu tangan itu tak pernah Nina gunakan. Sapu tangan itu biasanya duduk manis di tas Nina. Bebas dari tumpukan sampah lainnya. Tapi sekarang, hilang. Nina pasrah. Nina membatin dalam hati,
Mungkin Tuhan pengen gw bener-bener ngelupain Arya.
Nina menghela nafas.                                                                                                                                      

Sudah 1 tahun 2 bulan sejak hubungan Nina dan Arya berakhir, mereka sama sekali belum menghubungi satu sama lain. Entah ada apa dengan Arya. Arya tak seperti yang Nina kenal.
Aku tau kamu ga sejahat ini…

            “Selamat malam semuanya. Malam ini, gw bakal bawain lagu yang mungkin udah ga asing lagi di kuping lu semua. Adele, someone like you, enjoy !”.

Semua pengunjung café itu bertepuk tangan saat petikan nada dari gitar penyanyi café itu mulai terdengar. Terlebih saat ia mulai bernyanyi. Suaranya mampu membuat Nina mengalihkan perhatiannya ke atas panggung. Nina tersenyum. Ia suka dengan suara penyanyi itu. Juga fisiknya, ia terlihat tidak seperti orang Indonesia. Tubuhnya tinggi dan tidak kurus, otot tangan yang tidak terlalu besar, dada bidang, kulitnya putih, rambut hitam dan sedikit gondrong, alisnya tebal, hidungnya mancung, senyumnya…membuat Nina menahan nafas sejenak.

Nina semakin terdiam saat ia menyadari sesuatu.
Orang itu…itu kan…pengamen…warung tenda ! Ya Tuhan !                                                                      

to be continued...